Sebagai negara yang kaya dapat seni dan budaya, Indonesia dihuni berbagai macam suku yang menetap di segala pelosok nusantara. Kearifan lokal serta rutinitas istiadatnya masih terjaga bersama baik. Bahkan mereka termasuk hidup bersinergi bersama alam. Nama Baduy terselip diantara banyaknya suku yang ada di Indonesia. Kelompok etnis Sunda ini, hidup bersama alam di pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Wilayah Suku Baduy telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah Lebak pada tahun 1990. Kawasan yang melintas dari Desa Ciboleger hingga Rangkasbitung ini telah menjadi tempat bermukimnya Suku Baduy yang menjadi suku asli Provinsi Banten. Wisatawan juga bisa mengunjungi suku ini melalui Terminal Ciboleger sebagai pemberhentian terakhir kendaraan bermotor.

Dari sini pemandu akan mengajak wisatawan melintasi bukit masuk ke dalam hutan hingga menemukan kampung terluar Desa Baduy Luar. Waktu yang ditempuh mencapai 1 jam dengan jalan mendaki dan menurun. Namun bagi wisatawan yang ingin mengunjungi wilayah Baduy Dalam bisa berjalan hingga waktu 7 jam sebelum tiba di Kampung Cibeo, salah satu kampung dari 3 kampung Baduy Dalam.

1. Golongan Suku Baduy

Suku Baduy terbagi didalam dua golongan yaitu: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Perbedaan yang paling mendasar berasal dari kedua suku ini adalah didalam menjalankan pikukuh atau peraturan rutinitas saat pelaksanaannya. Jika Baduy Dalam masih memegang teguh rutinitas dan menjalankan peraturan rutinitas bersama baik, sebaliknya tidak bersama saudaranya, Baduy Luar.

Masyarakat Baduy Luar telah terkontaminasi bersama budaya luar tidak cuman Baduy. Penggunaan barang elektronik dan sabun diperkenankan ketua tradisi yang disebut Jaro untuk membantu kegiatan didalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Selain itu, Baduy Luar juga terima tamu yang berasal berasal dari luar Indonesia, mereka diperbolehkan datang ke sampai menginap di salah satu rumah warga Baduy Luar.

2. Busana Adat Suku Baduy

Perbedaan lainnya terlihat berasal dari busana yang dikenakan. Pakaian tradisi atau busana didalam keseharian Baduy Dalam tersirat didalam balutan warna putih yang mendominasi, kadang cuma bagian celananya saja bewarna hitam ataupun biru tua. Warna putih melambangkan kesucian dan budaya yang tidak terbujuk berasal dari luar. Beda bersama Baduy Luar yang manfaatkan busana serba hitam atau biru tua waktu lakukan aktivitas.

Baduy Dalam memiliki tiga kampung yang bertugas mengakomodir keperluan dasar yang dibutuhkan semua penduduk Suku Baduy. Tugas ini dipimpin oleh Pu’un selaku ketua tradisi tertinggi dibantu bersama Jaro sebagai wakilnya. Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo adalah tiga kampung tempat Suku Baduy tinggal. Sedangkan group penduduk Baduy Luar tinggal di 50 kampung lainnya yang berada di bukit-bukit Gunung Kendeng.

3. Asal Usul Nama Baduy

Sebutan Baduy merupakan pertolongan berasal dari peneliti Belanda yang melihat kemiripan penduduk di sini bersama penduduk Badawi atau Bedoin di Arab. Kemiripan ini karena dahulu, penduduk di sini kerap berpindah-pindah melacak tempat yang sempurna untuk mereka tinggali. Namun ada versi lain yang menyebutkan, nama Baduy adalah nama Sungai Cibaduy yang terletak di bagian utara Desa Kanekes.

4. Mata Pencarian Suku Baduy

Mata pencaharian mayarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani. Alamnya yang subur dan berlimpah mempermudah suku ini didalam menghasilkan kebutuhan sehari-hari. Hasil berbentuk kopi, padi, dan umbi-umbian jadi komoditas yang paling sering ditanam oleh masyarakat Baduy.

Namun didalam praktik berladang dan bertani, Suku Baduy tidak pakai kerbau atau sapi didalam memproduksi lahan mereka. Hewan berkaki empat tidak cuman anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi melindungi kelestarian alam.

5. Rumah Adat Baduy

Proses pelestarian alam termasuk berlaku kala membangun tempat tinggal adat mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Hal ini termasuk terlihat dari kontur tanah yang tetap miring dan tidak digali demi memelihara alam yang sudah berikan mereka kehidupan. Rumah-rumah di sini dibangun bersama dengan batu kali sebagai dasar fondasi, gara-gara itulah tiang-tiang penyangga tempat tinggal terlihat tidak mirip tinggi bersama dengan tiang lainnya.

Terdapat 3 ruangan didalam tempat tinggal adat Baduy bersama dengan fungsinya yang tiap-tiap berbeda. Bagian depan difungsikan sebagai tempat menerima tamu dan tempat menenun untuk kaum perempuan. Bagian tengah berfaedah untuk ruang keluarga dan tidur, dan ruangan ketiga yang terdapat di bagian belakang digunakan untuk memasak dan tempat untuk menyimpan hasil ladang. Semua ruangan dilapisi bersama dengan lantai yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan pada bagian atap tempat tinggal terbuat dari serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun saling berhadap-hadapan dan selamanya menghadap utara atau selatan. Faktor sinar matahari yang menyinari dan masuk ke didalam ruangan jadi alasan mengapa tempat tinggal di sini dibangun cuma menghadap dua arah itu saja.

Layaknya umumnya suku di nusantara, Suku Baduy termasuk mengenal budaya menenun yang sudah diturunkan nenek moyang mereka. Menenun cuma dijalankan oleh kaum perempuan yang sudah diajarkan sejak usia dini. Ada mitos yang berlaku seumpama pihak laki-laki tersentuh alat menenun yang terbuat dari kayu ini maka laki-laki selanjutnya dapat berubah perilakunya menyerupai tingkah laku perempuan.

6. Tradisi Menenun

Tradisi menenun ini membuahkan kain tenun yang digunakan dalam busana rutinitas Suku Baduy. Kain ini bertekstur lembut untuk busana tapi ada juga yang bertekstur kasar. Kain yang agak kasar umumnya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat pinggang.

Selain digunakan dalam keseharian, kain ini juga diperjualbelikan untuk wisatawan yang datang datang ke Desa Kanekes. Tidak hanya kain, ada juga kain berasal dari kulit kayu pohon terep yang jadi ciri khas berasal dari Suku Baduy dalam urusan benda seni. Tas yang bernama koja atau jarog ini digunakan Suku Baduy untuk menaruh segala macam keperluan yang diperlukan terhadap kala beraktivitas atau perjalanan.

Suku Baduy percaya, mereka keturunan berasal dari Batara Cikal, salah satu berasal dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut kerap pula dihubungkan bersama Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut keyakinan mereka, warga Kanekes membawa tugas untuk memelihara harmoni dunia. Kepercayaan ini disebut juga bersama Sunda Wiwitan. Kepercayaan yang memuja nenek moyang sebagai wujud penghormatan.