Kategori: Budaya

Membuka Tradisi Warga Toraja Yang Masih Eksis Hingga Sekarang

Indonesia punya sejuta budaya yang berbeda-beda disetiap daerahnya. Hal ini menjadi salah satu pesona lain berasal dari Indonesia tak sekedar keindahan alamnya yang memanjakan mata. Setiap area ini sendiri punya beragam kebiasaan dan budaya yang menarik, yang tak jarang menjadi ciri khas area yang bersangkutan. Salah satunya adalah budaya masyarakat Suku Toraja.

Seperti yang diketahui, terkecuali Toraja punya lebih dari satu destinasi indah yang menjadi opsi kuat. Bukan cuma itu, rupanya wisatawan juga tertarik terhadap pesona budaya Suku Toraja yang unik dikarenakan punya kekuatan tarik tersendiri lantaran tradisinya yang punya nuansa mistiknya tersendiri.

1. Rambu Solo’

Berbicara perihal kebiasaan penduduk Suku Toraja, tentu saja mesti ada kebiasaan Rambu Solo’ di dalamnya. Tradisi Rambu Solo’ ini merupakan kebiasaan pemakaman ala Suku Toraja yang dikerjakan untuk menghormati sekaligus sebagai upacara pengantaran arwah menuju akhirat melalui serangkaian ritual dan doa.

Ritual yang dikerjakan itu sendiri berupa pertunjukan seni, adu kerbau, sampai mengantarkan jenazah. Bukan cuma terjadi selama sehari, kebiasaan ini dapat terjadi selama sebagian hari, terkait status sosial keluarga yang menyelenggarakan Rambu Solo’ ini.

Biaya yang dihabiskan untuk menyelenggarakan upacara ini pun tidak dapat dibilang sedikit. Semakin kaya keluarga yang bersangkutan, maka biaya yang dikeluarkan pun dapat semakin besar. Kemeriahan dan juga banyaknya ritual selama kebiasaan Rambu Solo’ inilah yang jadi daya tarik utama bagi wisatawan yang singgah berkunjung.

2. Ma’nene’

Ma’Nene’ merupakan kebiasaan yang diselenggarakan tiap 3 th. sekali sehabis panen besar di bulan Agustus, yang menarik perhatian wisatawan yang singgah ke Tana Toraja. Sebagai kebiasaan yang dikerjakan pada orang yang sudah meninggal, kebiasaan ini memadai unik.

Pasalnya, pada kebiasaan ini, Jasad yang sudah dikuburkan dapat dikeluarkan oleh sanak keluarganya. Untuk apa? Pada kebiasaan ini, jasad yang dikeluarkan berasal dari petinya ini dapat dibersihkan, didandani selayaknya tetap hidup oleh anak cucu berasal dari jasad yang bersangkutan.

Selama proses pembersihan berlangsung, kaum laki-laki dapat membentuk lingkaran sambil menyanyikan lagu-lagu yang melambangkan kesedihan dan kenangan dapat kehidupan jasad yang bersangkutan sebelum meninggal yang bertujuan untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan.

Untuk menyelenggarakan kebiasaan ini memakan biaya yang tidak sedikit karena termasuk didalam kategori acara besar, agar seringkali yang menyelenggarakan kebiasaan ini merupakan keluarga yang mempunyai status tinggi atau masuk didalam kategori bangsawan.

3. Sisemba’

Tradisi ini merupakan kebiasaan permainan adu kaki yang umumnya dikerjakan oleh anak-anak sampai orang dewasa. Biasanya, kebiasaan ini dikerjakan di lapangan atau daerah teruka pada sementara merayakan panen raya. Pemain berasal dari Sisemba’ ni terdiri berasal dari dua kubu yang berasal berasal dari dua desa yang bersebelahan, dimana satu tim terdiri berasal dari 2 orang yang saling berpegangan disaat permainan dimulai.

Cara bermainnya layaknya definisi kebiasaan ini, yaitu memanfaatkan kaki. tepatnya, disaat permainan dimulai, kedua kubu dapat bergerak maju dan melayangkan tendangan pada kubu lawan. Di didalam permainan ini, terkandung sebagian orang yang berperan sebagai wasit yang bertugas untuk menegur, melerai, atau menghentikan permainan.

Apabila ada pemain yang cedera atau berbuat curang. Ada ulang ketentuan didalam permainan ini, dimana peserta yang terlepas berasal dari partner atau rekan satu timnya tidak boleh diserang. Memang terkesan brutal, namun di permainan ini ditekankan bahwa tidak boleh ada dendam sehabis permainan. Juga sebetulnya jarang ada kejadian dimana ada peserta permainan yang cedera selama melaksanakan permainan ini.

4. Silaga Tedong

Tradisi ini merupakan acara adu kerbau yang adalah salah satu acara didalam urutan acara Rambu Solo’.Biasanya acara ini dikerjakan di lapangan yang basah dan becek, atau di daerah sawah yang berlumpur. Sebagai ketentuan, kerbau-kerbau yang diadu ini merupakan kerbau-kerbau pilihan yang berasal berasal dari jenis-jenis khusus bersama dengan harga jual yang serupa sekali tidak mendekati kata murah.

Tujuan diadakannya acara ini adalah sebagai hiburan bagi keluarga yang berduka. tak hanya itu, acara ini termasuk jadi acara pertunjukan bagi para pelayat yang singgah yang tidak tanggung-tanggung, jumlahnya dapat raih ratusan orang.

5. Tinggoro Tedong

Sama halnya bersama dengan Silaga Tedong, Tradisi Tinggoro tedong ini termasuk didalam urutan acara Rambu Solo’. Di kebiasaan ini dapat dipertontonkan prosesi penyembelihan kerbau yang dikerjakan bersama dengan sekali tebas saja memanfaatkan parang.

menurut keyakinan leluhur penduduk Toraja, atau yang disebut sebagai Aluk Todolo oleh penduduk setempat, kerbau merupakan hewan tunggangan bagi arwah jenazah untuk menempuh perjalanan menuju puya atau alam akhirat. Masyarakat Setempat mempercayai roh kerbau yang dikorbankan ini dapat menemani arwah orang meninggal yang bersangkutan menuju ke alam akhirat.

6. Rompo Bobo Bonang, Rompo Karoeng, & Rompo Allo

Adalah upacara yang dikerjakan untuk melangsungkan pernikahan. terkandung 3 tipe berasal dari upacara ini sesuai namanya, dimana yang pertama ada Rompo Bobo Bonang, Rompo KaroEng, dan yang terakhir adalah Rampo Allo.

Rompo Bobo Bonang adalah upacara yang tata caranya paling sederhana, dimana keluarga mempelai pria beserta mempelai pria dapat mengunjungi keluarga mempelai wanita. Orang tua mempelai wanita dapat menyongsong kedatangan mereka dan diadakanlah perjamuan makan bersama. Lalu, keluarga mempelai pria dapat ulang pulang dan meninggalkan mempelai pria yang dapat selamanya tinggal di tempat tinggal mempelai wanita.

Berikutnya ada Rompo KaroEng, yang sebetulnya mempunyai urutan yang serupa bersama dengan Rompo Bobo Bonang, namun dibedakan pada sementara perjamuannya saja. pada Rompo KaroEng ini, sebelum acara perjamuan, rombongan keluarga mempelai pria dapat disuruh tunggu terutama dahulu di lumbung.

Kemudian, Rampo Allo adalah upacara pernikahan yang paling mewah. perayaan pernikahan ini dapat diselenggarakan selama sebagian hari dan bersama dengan acara yang memadai meriah. Biasanya upacara Rompo Allo ini cuma dikerjakan oleh para bangsawan atau keluarga yang berstatus sosial tinggi saja.

6 Rahasia Suku Baduy Yang Wajib Kalian Ketahui, No 4 Unik!

Sebagai negara yang kaya dapat seni dan budaya, Indonesia dihuni berbagai macam suku yang menetap di segala pelosok nusantara. Kearifan lokal serta rutinitas istiadatnya masih terjaga bersama baik. Bahkan mereka termasuk hidup bersinergi bersama alam. Nama Baduy terselip diantara banyaknya suku yang ada di Indonesia. Kelompok etnis Sunda ini, hidup bersama alam di pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Wilayah Suku Baduy telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah Lebak pada tahun 1990. Kawasan yang melintas dari Desa Ciboleger hingga Rangkasbitung ini telah menjadi tempat bermukimnya Suku Baduy yang menjadi suku asli Provinsi Banten. Wisatawan juga bisa mengunjungi suku ini melalui Terminal Ciboleger sebagai pemberhentian terakhir kendaraan bermotor.

Dari sini pemandu akan mengajak wisatawan melintasi bukit masuk ke dalam hutan hingga menemukan kampung terluar Desa Baduy Luar. Waktu yang ditempuh mencapai 1 jam dengan jalan mendaki dan menurun. Namun bagi wisatawan yang ingin mengunjungi wilayah Baduy Dalam bisa berjalan hingga waktu 7 jam sebelum tiba di Kampung Cibeo, salah satu kampung dari 3 kampung Baduy Dalam.

1. Golongan Suku Baduy

Suku Baduy terbagi didalam dua golongan yaitu: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Perbedaan yang paling mendasar berasal dari kedua suku ini adalah didalam menjalankan pikukuh atau peraturan rutinitas saat pelaksanaannya. Jika Baduy Dalam masih memegang teguh rutinitas dan menjalankan peraturan rutinitas bersama baik, sebaliknya tidak bersama saudaranya, Baduy Luar.

Masyarakat Baduy Luar telah terkontaminasi bersama budaya luar tidak cuman Baduy. Penggunaan barang elektronik dan sabun diperkenankan ketua tradisi yang disebut Jaro untuk membantu kegiatan didalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Selain itu, Baduy Luar juga terima tamu yang berasal berasal dari luar Indonesia, mereka diperbolehkan datang ke sampai menginap di salah satu rumah warga Baduy Luar.

2. Busana Adat Suku Baduy

Perbedaan lainnya terlihat berasal dari busana yang dikenakan. Pakaian tradisi atau busana didalam keseharian Baduy Dalam tersirat didalam balutan warna putih yang mendominasi, kadang cuma bagian celananya saja bewarna hitam ataupun biru tua. Warna putih melambangkan kesucian dan budaya yang tidak terbujuk berasal dari luar. Beda bersama Baduy Luar yang manfaatkan busana serba hitam atau biru tua waktu lakukan aktivitas.

Baduy Dalam memiliki tiga kampung yang bertugas mengakomodir keperluan dasar yang dibutuhkan semua penduduk Suku Baduy. Tugas ini dipimpin oleh Pu’un selaku ketua tradisi tertinggi dibantu bersama Jaro sebagai wakilnya. Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo adalah tiga kampung tempat Suku Baduy tinggal. Sedangkan group penduduk Baduy Luar tinggal di 50 kampung lainnya yang berada di bukit-bukit Gunung Kendeng.

3. Asal Usul Nama Baduy

Sebutan Baduy merupakan pertolongan berasal dari peneliti Belanda yang melihat kemiripan penduduk di sini bersama penduduk Badawi atau Bedoin di Arab. Kemiripan ini karena dahulu, penduduk di sini kerap berpindah-pindah melacak tempat yang sempurna untuk mereka tinggali. Namun ada versi lain yang menyebutkan, nama Baduy adalah nama Sungai Cibaduy yang terletak di bagian utara Desa Kanekes.

4. Mata Pencarian Suku Baduy

Mata pencaharian mayarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani. Alamnya yang subur dan berlimpah mempermudah suku ini didalam menghasilkan kebutuhan sehari-hari. Hasil berbentuk kopi, padi, dan umbi-umbian jadi komoditas yang paling sering ditanam oleh masyarakat Baduy.

Namun didalam praktik berladang dan bertani, Suku Baduy tidak pakai kerbau atau sapi didalam memproduksi lahan mereka. Hewan berkaki empat tidak cuman anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi melindungi kelestarian alam.

5. Rumah Adat Baduy

Proses pelestarian alam termasuk berlaku kala membangun tempat tinggal adat mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Hal ini termasuk terlihat dari kontur tanah yang tetap miring dan tidak digali demi memelihara alam yang sudah berikan mereka kehidupan. Rumah-rumah di sini dibangun bersama dengan batu kali sebagai dasar fondasi, gara-gara itulah tiang-tiang penyangga tempat tinggal terlihat tidak mirip tinggi bersama dengan tiang lainnya.

Terdapat 3 ruangan didalam tempat tinggal adat Baduy bersama dengan fungsinya yang tiap-tiap berbeda. Bagian depan difungsikan sebagai tempat menerima tamu dan tempat menenun untuk kaum perempuan. Bagian tengah berfaedah untuk ruang keluarga dan tidur, dan ruangan ketiga yang terdapat di bagian belakang digunakan untuk memasak dan tempat untuk menyimpan hasil ladang. Semua ruangan dilapisi bersama dengan lantai yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan pada bagian atap tempat tinggal terbuat dari serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun saling berhadap-hadapan dan selamanya menghadap utara atau selatan. Faktor sinar matahari yang menyinari dan masuk ke didalam ruangan jadi alasan mengapa tempat tinggal di sini dibangun cuma menghadap dua arah itu saja.

Layaknya umumnya suku di nusantara, Suku Baduy termasuk mengenal budaya menenun yang sudah diturunkan nenek moyang mereka. Menenun cuma dijalankan oleh kaum perempuan yang sudah diajarkan sejak usia dini. Ada mitos yang berlaku seumpama pihak laki-laki tersentuh alat menenun yang terbuat dari kayu ini maka laki-laki selanjutnya dapat berubah perilakunya menyerupai tingkah laku perempuan.

6. Tradisi Menenun

Tradisi menenun ini membuahkan kain tenun yang digunakan dalam busana rutinitas Suku Baduy. Kain ini bertekstur lembut untuk busana tapi ada juga yang bertekstur kasar. Kain yang agak kasar umumnya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat pinggang.

Selain digunakan dalam keseharian, kain ini juga diperjualbelikan untuk wisatawan yang datang datang ke Desa Kanekes. Tidak hanya kain, ada juga kain berasal dari kulit kayu pohon terep yang jadi ciri khas berasal dari Suku Baduy dalam urusan benda seni. Tas yang bernama koja atau jarog ini digunakan Suku Baduy untuk menaruh segala macam keperluan yang diperlukan terhadap kala beraktivitas atau perjalanan.

Suku Baduy percaya, mereka keturunan berasal dari Batara Cikal, salah satu berasal dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut kerap pula dihubungkan bersama Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut keyakinan mereka, warga Kanekes membawa tugas untuk memelihara harmoni dunia. Kepercayaan ini disebut juga bersama Sunda Wiwitan. Kepercayaan yang memuja nenek moyang sebagai wujud penghormatan.

7 Rumpun Suku Dayak Yang Perlu Kalian Ketahui

Suku Dayak merupakan tidak benar satu suku besar di Indonesia, suku ini dikenal karena keramahan dan juga dedikasinya di dalam melestarikan alam di pulau Kalimantan. Pada awalannya kata Dayak yang punyai arti orang-orang yang berasal dari Hulu Sungai atau yang tinggal di bukit, hanya merupakan sebutan kolektif dari orang Inggris & Melayu bagi suku-suku asli yang menduduki pulau Kalimantan/Borneo. Seiring berjalannya sementara arti tersebut kelanjutannya dipakai sebagai identitas yang mempersatukan bermacam sub-suku yang ada di sana.

Secara umum, suku Dayak mampu dikategorikan menjadi 7 rumpun suku berdasarkan asal daerahnya. Dari ketujuh daerah tersebut, terdapat 405 sub-suku bersama dengan bahasa yang tidak sama satu serupa lain. Selain bahasa yang berbeda, dialek atau logat untuk satu bahasa yang serupa termasuk mampu terlampau begitu banyak ragam kalau tidak sama kampung. Untuk itu Hipwee bakal membicarakan 7 rumpun suku Dayak yang ada di Kalimantan berdasakan kemiripan budaya dan juga asal daerahnya.

1. Dayak Ngaju

Dayak Ngaju (Biaju) merupakan Dayak yang bermukim di daerah aliran sungai Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhing, Barito dan Katingan atau di daerah Kalimatan Tengah, Kalimatan Selatan, dan juga Kalimantan Barat anggota selatan. Dayak Ngaju punyai sub-suku Ngaju, Bakumpai, Katingan, Meratus, Tomun, dll.

Ciri khas dari Dayak Ngaju adalah agama kaharingan yang tetap dianut oleh beberapa suku Ngaju, dan juga upacara Tiwah, atau upacara mengantarkan roh leluhur. Untuk pakaian adat, Dayak Ngaju umumnya manfaatkan warna merah sebagai warna dominan, kain atau rompi dari kulit kayu, dan juga manfaatkan bulu burung enggang dan ruai sebagai hiasan kepala.

Pada beberapa tarian adat, kaum wanita Ngaju umumnya termasuk membawakan tarian bersama dengan manfaatkan mandau/parang (contoh : Tari Hetawang Hakangkalu), hal ini tidak sama dari wanita sub-suku Dayak lainnya. Selain itu, alat musik tradisional Dayak Ngaju umumnya di dominasi oleh Kecapi Karungut, Rebab, Gandang Tatau, Gong, dan suling.

2. Dayak Apo Kayan

Dayak Apo Kayan merupakan suku Dayak yang berasal dari Hulu sungai Kayan dan dataran tinggi Usun Apau, Baram, Sarawak. Saat ini Dayak Apo Kayan menyebar di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat anggota utara, dan Sarawak, Malaysia. Sub-suku yang termasuk di dalam rumpun Apo Kayan adalah Kayan, Kenyah, Bahau, Kelabit, dll. Di Malaysia, Dayak Apo Kayan dikenal bersama dengan sebutan Orang Ulu.

Ciri khas dari Dayak Apo Kayan adalah telinga panjang, dan juga tato di sekujur tubuh yang berarti standing sosial di masyarakat. Pakaian rutinitas Dayak Apo Kayan umumnya di dominasi oleh warna Hitam, Putih, dan Kuning. Serta mampu ditemukan bermacam hiasan manik-manik dan hiasan bulu enggang.

Alat musik yang paling populer dari rumput Dayak Apo Kayan adalah Kecapi tradisional atau Sape’ (Bahasa Kayan) atau Sampe’ (Bahasa Kenyah), kecapi ini tidak sama dari karungut, berguna sebagai alat musik melodis dan ukurannya lebih besar. Selain itu ada termasuk Gong, Sluding/klentangan, Kadire/keledik (alat musik tiup), dan Antoneng.

3. Dayak Iban/Laut

Dayak Iban, disebut termasuk Dayak Laut, merupakan rumpun dayak yang berada di daerah utara pulau Kalimantan. Dayak Iban menyebar di daerah Kalimantan Barat anggota utara, Sabah, Brunei, dan Sebagian besar ada di Sarawak. Dari aspek bahasa Dayak Iban punyai kemiripan bersama dengan bahasa Melayu. Adapun sub-suku dari Dayak Iban adalah Mualang, Seberuang, Melanau, dll.

Dayak iban punyai ciri khas yakni menjamu tamu bersama dengan tuak (rice wine) dan juga tato di sekujur tubuh. Tato ini melambangkan pengalaman hidup seseorang, makin banyak tato di tubuh berarti orang tersebut telah punyai banyak pengalaman dan telah berkelana diberbagai tempat. Motif tato yang kerap digunakan adalah motif bunga terong yang berada di atas dada anggota kiri dan kanan.

Yang membedakan Dayak Iban dari sub-suku Dayak lain adalah pakaian tradisional wanita Iban punyai hiasan kepala dari logam, tidak cuman itu Dayak Iban punyai kain tenun bersama dengan motif yang terlampau khas, dilengkapi bersama dengan hiasan bulu burung enggang dan ruai di anggota kepala. Untuk musik tradisional umumnya didominasi oleh Gendang, kollatung, dan Gong.

4. Dayak Klemantan/Darat

Dayak Klemantan atau disebut termasuk Dayak Darat menduduki daerah barat pulau Kalimantan. Rumput dayak ini tersebar di hulu-hulu sungai yang ada di Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia. Dayak Darat di Malaysia dikenal bersama dengan nama orang Bidayuh. Sub-suku dari Dayak Darat adalah Kanayatn, Bidayuh, Ketungau, dll.

Dayak Darat dikenal karena cii-ciri yang ramah dan gampang membaur bersama dengan para pendatang. Banyak dari penduduk Dayak Darat yang mampu memahat. Di beberapa daerah terdapat pahatan patung menyerupai manusia dikenal bersama dengan nama Pantak yang merupakan warisan dari nenek moyang dari rumpun Dayak Darat.

Pakaian tradisional Dayak Darat umumnya didominasi oleh warna merah, kuning, hitam dan putih, bersama dengan hiasan manik-manik. Selain itu terdapat termasuk rompi dari kulit kayu yang diberi motif tertentu. Untuk hiasan kepala, rumpun Dayak Darat umumnya manfaatkan kuncir kepala berwarna merah bersama dengan hiasan bulu burung ruai, enggang, atau daun Rinyuakng. Untuk alat musik tradisional umumnya didominasi oleh Suling, Gong, Gendang, dan Kollatung.

5. Dayak Murut

Darat Murut merupakan rumpun Dayak yang berasal dari derah utara dataran tinggi pulau Kalimantan. Dayak Murut tersebar di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sabah, Sarawak, dan Brunei. Adapun sub-suku dari Dayak Murut adalah Okolod, Keningau Murut, Paluan, dll.

Dayak Murut punyai tarian yang populer yakni tarian Mangunatip. Perkataan Magunatip diambil alih daripada perkataan “atip” yang bermaksud menekan pada dua permukaan. Penari magunatip butuh kemahiran dan ketangkasan yang baik untuk menari melintasi buluh yang dipukul serentak untuk menghasilkan bunyi dan irama tarian tersebut.

Pakaian tradisional Dayak Murut untuk pria secara umum terbuat dari kulit kayu atau kain tenun, bersama dengan kuncir kepala dan juga hiasan bulu burung ruai. Untuk wanita, pakaian tradisional umumnya di dominasi warna hitam bersama dengan hiasan motif bermacam warna. Untuk alat musik, umumnya didominasi oleh Suling, Gong, Kollatung, dan Kadire/keledik (alat musik tiup).

6. Dayak Punan

Dayak Punan merupakan rumpun yang menduduki daerah Kalimantan Timur, Kalimatan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Malaysia. Dayak Punan punyai sub-suku Hovongan, Penan, Uheng Kareho, Punan Murung, Bukat, dll.

Masyarakat Dayak Punan dikenal dari pola hidup yang nomaden atau berpindah-pindah, hal ini tidak sama bersama dengan umumnya suku Dayak lain yang punyai tempat tinggal panjang sebagai daerah tinggal. Saat ini umumnya dari sub-suku Dayak Punan telah menetap dan memicu komunitas di suatu desa yang tersebar di bermacam daerah.

Pakaian tradisional Dayak Punan umumnya tetap terlampau sederhana, beberapa dari Dayak Punan termasuk melakukan formalitas memanjangkan telinga. Alat musik yang biasa dimainkan adalah Suling yang ditiup bersama dengan manfaatkan hidung dan Sape’ (Kecapi).

7. Dayak Ot Danum

Rumpun Ot Danum atau Rumpun Barito adalah tidak benar satu rumpun Dayak yang meliputi semua suku Dayak di Kalimantan Tengah,Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur anggota selatan dan Kalimantan Barat anggota tenggara. Ada yang berpendapat bahwa grup Dayak Rumpun Ot Danum merupakan induk bagi Rumpun Dayak Ngaju, tetapi kadangkala ke-2 rumpun dipisahkan. Sub-suku dari Dayak Ot Danum adalah Ma’anyan, Tunjung, Benuaq, Lebang, Undan, dll.

Ciri khas dari Dayak Ot Danum adalah terhadap beberapa upacara penting, seperti upacara kematian, Dayak Ot Danum manfaatkan kerbau sebagai binatang yang dikurbankan tidak cuman babi. Di di dalam upacara tradisional tersebut, para dukun umumnya manfaatkan kalung bersama dengan bermacam ornamen kayu, manik, tulang, dsb.

Pakaian tradisional Dayak punyai variasi warna beragam, termasuk kuncir kepala dan ada beberapa sub-suku Dayak Ot Danum yang termasuk manfaatkan daun kelapa sebagai hiasan. Alat musik tradisionalnya adalah Gong, Gendang, dan Kollatung.

Unik 6 Suku Paling Populer Di Tanah Papua, No 3 Paling Seram!

Papua merupakan salah satu daerah yang dikenal dengan kekayaan budaya dan juga tradisinya. Tak heran, jika masih banyak suku yang masih memegang teguh nilai-nilai luhurnya. Berikut ini adalah suku-suku di Papua yang sangat banyak dikenal dengan berbagai keunikannya.

1. Suku Asmat

Suku Asmat merupakan tidak benar satu suku terbesar yang tersedia di Papua. Hal yang menyebabkan suku ini lebih populer adalah hasil ukiran kayunya yang dianggap benar-benar unik. Suku Asmat juga populer dengan tarian Tobe yang khas.

Masyarakat suku Asmat dapat dikatakan berada di wilayah yang terisolasi dari dunia luar. Hal ini gara-gara wilayah kediamannya sulit dijangkau.

Mereka kebanyakan punya mata pencarian sebagai pemburu hewan liar dan menangkap ikan di sungai.

2. Suku Dani

Suku Dani jadi tidak benar satu suku paling populer di Papua. Suku yang mendiami area pegunungan, juga jadi suku terbesar di sana. Keunikan Suku Dani adalah mereka masih mendiami rumah-rumah kebiasaan yang diberi nama Honai.

Suku Dani merupakan salah satu suku bangsa yang menduduki pedalaman Papua, tepatnya di wilayah dataran tinggi Pegunungan Jayawijaya.

Suku Dani diakui sebagai keturunan dari gelombang awal pemindahan manusia dari daratan Asia yang terjadi ribuan th. lalu.

Dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat suku Dani punya bhs yang serupa bersama dengan bhs Melanesia dan Pasifik Barat. Bahasa yang digunakan punya dua dialek, yaitu dialek Dani barat atau bhs Lanny dan dialek Dani lembah besar atau Dani Baliem.

3. Suku Korowai

Dikenal dapat keunikannya, yakni masyarakatnya yang tinggal di sebuah rumah-rumah pohon. Mereka tinggal di atas tempat tinggal pohon yang benar-benar tinggi dengan ketinggian capai 15-50 meter.

Suku Korowai adalah tidak benar satu suku di Pulau Papua yang menduduki daratan rendah yang tersedia di sebelah selatan pegunungan Jayawijaya. Kelompok masyarakat berasal dari suku Korowai ini tinggal di lebih kurang tawa, hutan mangrove, dan juga lahan yang basah.

Masyarakat suku Korowai ini umumnya tak mengfungsikan koteka seperti umumnya suku Papua lain. Kehidupan mereka tercukupi oleh kegiatan berburu dan menghimpun makanan. Tempat tinggal suku ini berada di rumah pohon.

Masyarakat suku Asmat bisa dikatakan berada di lokasi yang terisolasi berasal dari dunia luar. Hal ini gara-gara lokasi kediamannya sulit dijangkau. Mereka umumnya punya mata pencarian sebagai pemburu hewan liar dan menangkap ikan di sungai.

O iya, di dalam kehidupan sosialnya, rumah-rumah masyarakat suku Asmat ini dibedakan bersama diberi isyarat Ye, Je, dan Yeu.

Ye jadi isyarat bagi rumah yang dihuni oleh laki-laki Asmat. Je, rumah yang dihuni oleh perempuan dan anak-anak. Yeu sebagai pusat kegiatan sosial dan religi.

4. Suku Muyu

Salah satu suku di Papua yang mendiami area kurang lebih Sungai Muyu yang terletak di sebelah Timur Laut Merauke. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Muyu.

Suku Muyu adalah suku yang duduki lokasi Kabupaten Boven Digoel di Provinsi Papua. Masyarakat suku Muyu saat ini menguasai birokrasi Kabupaten Boven Digoel. Banyak dari mereka yang menjadi pegawai pemerintahan.

Hal ini disebabkan sebab cii-ciri masyarakatnya yang hemat, pekerja keras, dan mementingkan pendidikan.

Suku Muyu punyai pemimpin tinggi yang merupakan ketua di dalam kehidupan dan juga kepercayaan religiusnya.

5. Suka Lani

Suku Lani sering disebut sebagai suku Loma. ‘Lani’ miliki makna ‘kamu pergi’, nama ini diambil alih dari cerita suku Lani Barat. Dalam cerita itu, misionaris asing di era lantas menyebutkan kalau suku ini adalah suku Dani Barat untuk membedakannya bersama suku Dani.

Sementara itu makna kata Loma sendiri merupakan orang-orang yang tinggal di Kabupaten Puncak Jaya.

6. Suku Amungme

Suku Amungme mampu dikatakan sebagai suku tertua di lokasi timur Indonesia tersebut. Suku Amungme adalah suku yang populer mempunyai ikatan kuat dengan gunung. Bagi suku ini, gunung dan sekitarnya adalah sebuah area suci yang harus dijaga.

Suku Amungme atau yang disebut bersama dengan Amui atau Hamung adalah suku yang menduduki wilayah Pegunungan Jayawijaya.
Masyarakat suku ini hidup bersama dengan langkah berkelompok dan mendirikan rumah di atas tiang kayu. Atapnya terbuang berasal dari alang-alang atau daun rumbia.

Biasanya, masyarakat suku Amungme akan membentuk suatu kelompok. Setiap grup terdiri berasal dari 5-10 rumah tangga.

Dalam kesehariannya, suku ini gunakan bahasa Uhunduni yang miliki lebih dari satu dialek, layaknya Amung, Enggipilu, dan Damal.

Nah, itu dia pembahasan berkenaan suku-suku yang ada di Pulau Papua yang terlampau beragam.

5 Tradisi Asli Suku Bugis Yang Masih Eksis Sampai Saat Ini!

Suku Bugis adalah salah satu suku yang merajai kuantitas penduduk di Pulau Sulawesi. Suku yang berasal di Kota Makassar, Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru, dan lainnya, punya kebiasaan istiadat dan budaya yang masih dijaga kental.

Dikutip dari berbagai macam sumber, berikut lebih dari satu rutinitas unik yang dilakukan orang Bugis.

1. Massallo Kawali

Atraksi budaya dari tanah Bugis yang berasal dari Kabupaten Bone adalah Massallo Kawali yaitu permainan asing-asing/gobak sodor manfaatkan kawali atau badik. Sebelum lakukan atraksi, mereka lakukan ritual-ritual khusus untuk menghindarkan peserta atau penonton dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Atraksi ini juga menyimbolkan stimulan para pemuda Bugis untuk merawat atau menjaga harga diri dan tanah kelahiran dari rongrongan musuh atau penjajah.

2. Sigajang Leleng Lupa

Merupakan rutinitas yang dijalani kaum lelaki Bugis waktu merampungkan masalah. Tradisi berikut bersifat pertarungan pada dua laki-laki, namun dilakukan di di dalam sarung. Tradisi ini dilakukan terhadap jaman Kerajaan Bugis dahulu dan merupakan usaha paling akhir merampungkan suatu kasus adat.

Walaupun nyawa jadi taruhannya, Suku Bugis selamanya punya cara-cara tertentu untuk merampungkan persoalan bersama bijak. Sebagaimana dalam pepatah Bugis Makassar, “ketika badik udah terlihat dari sarungnya pantang diselip di pinggang sebelum akan terpejam di tubuh lawan.”

Makna filosofinya mengingatkan Agar suatu masalah selamanya dicari solusi terbaik, hal ini biasanya dilaksanakan bersama musyawarah melibatkan dua belah pihak mempunyai masalah serta dewan adat.

3. Tarian Maggiri atau Mabbissu

Tarian Maggiri merupakan tarian yang dipertunjukkan oleh seseorang atau beberapa orang Bissu. Bissu merupakan seorang wanita pria (waria) dalam kepercayaan Bugis yang dipercayakan jadi penghubung antara dewa langit bersama manusia biasa.

4. Mappalette Bola

Biasanya waktu orang bakal pindah, tempat tinggal mereka bakal disibukkan bersama dengan mengemasi barang untuk memindahkannya ke tempat tinggal yang baru dari tempat tinggal lama. Kegiatan tersebut tidak berjalan pada penduduk Bugis. Mereka punya normalitas sendiri di dalam pemindahan tempat tinggal yakni melibatkan puluhan apalagi ratusan warga kampung untuk menopang memindahkan tempat tinggal ke wilayah yang baru.

5. Angngaru

Pada catatan sejarah, Angngaru merupakan ikrar loyalitas rakyat atau prajurit kepada raja yang berwujud pemimpin. Raja yang berwujud pengayom disenangi rakyatnya, waktu genderang perang ditabuh oleh sang raja, makarya dan juga merta menyodorkan diri dan mau mengorbankan jiwa raganya untuk tunaikan titah sang raja.